DINGIN Pesagi menyebar ke seluruh wilayah Pekon Hujung, pagi itu. Kabut juga tebal menyelimuti desa yang berada di Kecamatan Belalau, Lampung Barat.
Sesuai dengan namanya, Pekon Hujung terletak paling ujung, berbatasan langsung dengan hutan kawasan. Bagi petualang yang hendak mendaki, desa yang berada di kaki Gunung Pesagi ini menjadi permukiman terakhir sebelum memasuki track ke gunung itu.
Hari itu, Sabtu, 9 September lalu, ada yang lain di Pekon Hujung. Pagi itu, Pekon Hujung penuh oleh puluhan pencinta alam yang akan mengikuti Kibar VI Kebut Gunung Pesagi yang diadakan Gumpalan Fakultas Pertanian Unila bekerja sama dengan Dinas Pariwisata, Kebudayaan Promosi, dan Investasi Lampung Barat.
Sabtu pagi itu, mereka yang berasal dari puluhan klub pencinta alam ini tengah bersiap-siap mendaki Pesagi. Sejak Jumat sore, anak-anak pecinta alam ini sudah berkumpul di Pekon Hujung. Selain menempati rumah warga, para peserta banyak yang mendirikan tenda sebagai tempat istirahat. Mereka bermalam di desa ini.
Kegiatan ini menyedot perhatian warga Hujung. Banyak juga warga yang sibuk menyambut kedatangan "para tamu". Mereka senang karena pekonnya digunakan tempat start dan finis kegiatan bertaraf nasional ini.
Pagi-pagi, seluruh peserta yang berjumlah 76 orang bersiap dengan perlengkapan masing-masing. Ke-76 peserta itu dibentuk tim. Satu tim terdiri atas tiga orang.
Macam-macam motivasi peserta ikut Kebut Pesagi. Ada yang ingin mendapat hadiah, ada yang menjalani hobi, tertarik dengan tantangan, ada juga yang sebatas ingin menginjak puncak Pesagi, gunung yang penuh mitologi ini. Sementara itu, hadiah nomor dua!
***
Kebut Pesagi memang menakjubkan. Sambil mengikuti lomba, peserta juga merasakan keindahan alam Lampung Barat dari puncak setinggi 2.200 meter di atas permukaan laut ini. Tak ada yang memungkiri, alam Lampung Barat memang indah. Peserta pun mengakuinya!
Mereka mengatakan keindahan dan keaslian alam di wilayah Gunung Pesagi memiliki daya tarik tersendiri. Kendati peserta kelelahan saat menuju puncak, setelah tiba di puncak, rasa lelah peserta terobati karena disuguhi berbagai panorama indah. Dari puncak Gunung Pesagi, kita dapat menyaksikan indahnya liukan Danau Ranau, permukiman masyarakat OKU, laut lepas Krui, dan laut lepas Belimbing.
Selain menyaksikan keindahan alam dari kejauhan, banyak lagi pemandangan yang ditemui di puncak. Di antaranya tugu peninggalan Belanda, yang merupakan tanda batas wilayah kekuasaan Belanda kala itu.
Keindahan ini yang membuat peserta puas mengikuti tracking, meskipun ketinggian Pesagi kurang menantang bagi petualangan dengan jam terbang tinggi. Untuk menuju puncak Pesagi, sebenarnya banyak jalan yang bisa ditempuh. Misalnya, saat Kebut Pesagi yang pertama, tiga tahun lalu, start di Pekon Bahway, finis di Pekon Hujung. Lintasan ini membutuhkan waktu tempuh normal 12 jam pergi pulang.
Kini, start dan finis dialihkan ke Pekon Hujung. Waktu tempuh tidak berbeda dengan start dari Bahway, finis di Pekon Hujung. Sama-sama 12 jam dalam kondisi normal. Kalau musim hujan, jarak tempuh lebih dari 12 jam.
Panitia memilih Pekon Hujung--salah satunya--karena lintasan ini memiliki jalur pendakian yang menantang. Jalur Bahway dinilai kurang memberikan sensasi perjalanan bagi peserta atau pendaki karena relatif landai.
Ada banyak alasan Gunung Pesagi menjadi tujuan wisata petualangan alam bebas. Pertama, di puncak gunung ini terdapat aneka pemandangan. Sejak dimulainya petualangan atau sambil melintas para peserta akan disuguhi keindahan alam, mulai berbagai macam tanaman hias berupa aneka anggrek.
Selain itu, masih banyak bunga lain yang membuat peserta ingin memilikinya. Sayang, para peserta tidak diperbolehkan memetik satu pun tumbuh-tumbuhan sepanjang lintasan. Sebab, para peserta yang mengikuti petualangan itu harus ramah lingkungan.
Selain tidak boleh memetik tumbuhan apapun, para peserta juga tidak diperkenankan membuang sampah selama perjalanan. Seperti umumnya hutan-hutan pegunungan, di Pesagi juga akan ditemui aneka satwa liar mulai burung hingga binatang buas.
***
Pesagi memang kaya. Bukan hanya alamnya, cerita di balik Pesagi juga mengundang ingin tahu siapa pun yang mendengar. Konon, di puncak Pesagi terdapat tujuh sumur. Sumur itu bisa dimasuki ember bermuatan 10 liter.
Tidak semua orang bisa mendapatkan air dari sumur itu. Menurut warga, hanya pendaki yang "berniat bersih" yang bisa mendapatnya. Kalau yang mendaki tidak ramah lingkungan atau tidak memiliki niat baik, tidak akan mendapat air dari sumur itu.
Konon, satu di antara tujuh sumur, kadang kala mengeluarkan aroma seperti minyak wangi. Peserta Kebut Pesagi saat itu tidak ada yang mencari sumur tujuh karena khawatir kehabisan waktu.
Puncak Pesagi yang menjadi ajang Kebut Pesagi merupakan puncak tertinggi dari empat puncak seluruhnya dengan ketinggian sekitar 2.200. Keempat puncak itu adalah Pesagi Balak, Penyambungan (yang memiliki sumber mata air), Ujung Tanjung (yang memiliki gua), dan Ujung Karang. Puncak terakhir ini sangat terjal sehingga tidak ada orang yang mendakinya.
Ada lagi yang membuat Pesagi punya nilai lebih. Berdasarkan penelitian beberapa ahli dari Belanda, Australia, dan Taiwan pada 1980, 80-an persen tumbuhan di Pesagi bisa dijadikan obat-obatan.
Tentu saja, temuan ini membuat para pencinta alam bebas tertarik menyusuri alam Pesagi, melacak tumbuhan-tumbuhan yang penuh khasiat itu. n ELIYAH/M-1
Comments