"Sebagai sebuah keunikan dan menghibur, Dinas Pariwisata Lampung menempatkan atraksi gajah di PLG Way Kambas menjadi salah satu obyek wisata unggulan sepanjang tahun. Sebab, sesuai data dan fakta selama ini, PLG Way Kambas paling diminati wisatawan nusantara maupun mancanegara," jelas Wirdati Ali, Kepala Dinas Pariwisata Lampung kepada Kompas belum lama ini.
Di PLG Way Kambas, gajah yang selama ini kerap jadi "hama" dan musuh menakutkan bagi petani, justru bisa diubah menjadi binatang jinak, patuh dan penurut. Ibarat sebuah pertunjukan sirkus, kawanan gajah ini bisa diperintah melakukan atraksi unik, menggelikan dan bahkan mendebarkan.
Gajah main bola, misalnya, juga dilengkapi bola kulit berukuran besar, gawang, dan juga "pemain" yang tentunya juga terdiri dari gajah. Dalam jaipongan dan joget ndangdut, kita pun dibuat tertawa terpingkal-pingkal melihat "goyang pinggul" si tambun dalam mengiringi musik jaipongan atau musik ndangdut.
Tidak sekadar itu, kalau kuat mental pengunjung bisa berbaring di tanah dan binatang bertubuh tambun itu akan melangkah di atasnya. Bagi yang ingin berminat naik gajah, bisa bertualang di kawasan PLG dengan gajah tunggang.
"Atraksi gajah di Way Kambas memang menarik dan tepat menjadi paket unggulan. Buktinya, tidak saja diminati wisatawan lokal, rata-rata wisatawan mancanegara menempatkan Taman Nasional Way Kambas dengan PLG-nya menjadi salah satu pilihan favorit," kata Triawati, staf promosi PT Elendra Tours. Elendra merupakan salah satu perusahaan pengelola perjalanan paket wisata yang hingga kini masih eksis di Lampung.
Untuk mencapai Way Kambas sendiri tidak terlalu sulit. Meski jaraknya sekitar 135 kilometer timur Kota Bandar Lampung, Taman Nasional dan PLG ini bisa ditempuh dalam waktu sekitar 1,5 jam menggunakan bus umum. Akses jalan ke sini cukup mulus, beraspal hotmixed melewati panorama hutan karet dan rumah panggung di perkampungan tradisional masyarakat asli Lampung.
Hanya saja jaringan transportasi umum dari Bandar Lampung, belum sampai menyentuh masuk ke kawasan PLG. Sehingga selama ini Way Kambas lebih banyak dinikmati oleh orang yang memiliki kendaraan pribadi atau carteran.
"Ini memang kendala utama. Sebab, sampai kini belum semua objek wisata di Lampung dijamah rute kendaraan umum. Padahal sebagian besar obyek wisata di daerah ini sangat spesifik, diminati dan sudah dikenal masyarakat luar Lampung," ujar Wirdati.
***
SELAIN atraksi gajah di Way Kambas, paket unggulan lain wisata Lampung adalah Gunung Anak Krakatau. "Barangkali tidak ada yang lain di dunia, di mana sebuah gunung berapi aktif menjulang di tengah laut. Justru karena kekhasannya itulah, Pemda Lampung menempatkan Krakatau sebagai obyek wisata unggulan sejak dulu. Terus terang saja, nama gunung ini memang sudah mendunia, menjadi trade mark-nya Lampung dan membuat daerah ini tenar ke mana-mana," tambah Kepala Dinas Pariwisata Lampung.
Gunung Anak Krakatau (235 meter), sejak dulu memang diselimuti misteri. Seolah identik dengan dongeng misteri gunung merapi, beragam "keajaiban" juga menerpa gunung yang menjulang tegar di tengah gelombang Selat Sunda ini.
Menurut sejarah yang sampai sekarang selalu jadi bahan promosi jajaran pariwisata Lampung, proses lahir Anak Krakatau juga dinilai mengejutkan, betul-betul misterius. Berawal dari letusan dahsyat "ibunya", yakni Gunung Krakatau (813 meter) pada 27 Agustus 1883. Letusan si ibu yang luar biasa, dikabarkan amat menggemparkan dunia.
Semburan lahar dan abunya mencapai ketinggian 80 kilometer. Abu Gunung Krakatau dikabarkan sempat mengelilingi bumi dan memenuhi jagad ini sampai beberapa tahun kemudian. Bahkan di Amerika Utara dan Eropa, cahaya matahari pasca letusan Krakatau dilaporkan berwarna biru. Sedangkan sinar bulan di malam hari tampak oranye.
Betapa dahsyatnya Krakatau, letusannya dikatakan sampai menimbulkan gelombang pasang (tsunami) setinggi 40 meter yang menghantam rata pantai Teluk Lampung dan pantai barat Banten. Sulit menerka berapa korban yang jatuh, namun suatu catatan menyebutkan korban tewas mencapai 36.000 orang. Bahkan disebutkan suara letusan gunung ini sampai terdengar di Singapura dan Australia. Gempa vulcanik sebagai ekses lebih lanjut dikabarkan menjalar sampai di Sri Lanka, Filipina dan Australia Selatan.
Gunung Krakatau Lama (purba) seperti termuat dalam Javanese Book of King, tingginya saat itu disebut mencapai 2.000 meter dengan radius kaki gunung 11 kilometer. Namun, saat meletus tiga perempat "tubuh" Gunung Krakatau hancur, hanya menyisakan gugusan tiga pulau kecil, yaitu Pulau Sertung, Pulau Panjang dan Pulau Krakatau Besar. Tiga pulau kecil ini sampai sekarang dengan tegar ikut "mengawal" keberadaan Gunung Anak Krakatau.
Empat puluh empat tahun setelah Gunung Krakatau meletus, tiba-tiba muncul misteri baru. Tahun 1927, nelayan yang tengah melaut di Selat Sunda tersentak kaget. Gumpalan asap hitam muncul di permukaan laut persis di antara tiga pulau kecil itu. Tapi setahun kemudian, muncul benda aneh. Bentuk asli keanehan itu makin hari kian jelas persis seperti pyramida terbalik. Belakangan itulah yang disebut Gunung Anak Krakatau.
***
LALU apa yang membuat Gunung Anak Krakatau menarik dikunjungi?
"Sepertinya tidak ada," ucap Yusfin (32), awak speed boat carteran yang rutin membawa wisatawan dari Pelabuhan Canti, Kalianda (Lampung Selatan) terus ke perairan Gunung Krakatau. Dermaga lokal Canti ini sampai sekarang menjadi home base pemilik kapal motor sewaan.
Bagi masyarakat lokal termasuk wisatawan nusantara, gunung berapi yang terletak sekitar delapan mil laut dari Pulau Sebesi - pulau berpenghuni dekat Krakatau - barangkali dianggap biasa saja. Tapi tidak bagi wisatawan asing. Gunung Anak Krakatau dianggap unik dan khas, karenanya perlu didekati.
Menurut Wirdati, sejarah terbentuknya gunung api di Selat Sunda memang penuh misteri. "Barangkali karena misteri itu pula, gunung ini punya daya tarik sendiri. Sehingga orang terutama wisatawan asing, selalu menempatkan Krakatau sebagai pilihan berwisata ke Lampung," tambahnya.
Wisatawan mancanegara, tambah Triawati, jika ke Krakatau selalu berupaya turun ke daratan. Mereka mengambil foto bongkahan batu sisa material letusan sebagai cendera mata. "Jadi, ke Krakatau selama ini memang hanya sebatas itu. Tapi yang jelas, mereka rata-rata menyatakan takjub atas keberadaan sebuah gunung berapi di tengah laut," katanya.
Sektor kepariwisataan memang beragam. Begitu pula pariwisata Lampung, potensinya memang tidak sekadar gajah dan Gunung Krakatau. Di sini ada potensi wisata bahari, seni dan budaya, agrowisata dan lain-lain yang jika ditangani mungkin bisa menjadi objek unggulan baru. Untuk itu salah satu kuncinya, barangkali adalah kerelaan mengubah visi dan kebijakan daerah. (zul)
Sumber : kompas
Comments