Skip to main content

Wisata Lampung : Membangun Persepsi dan Kesadaran Masyarakat Lampung

[wisata lampung - Lampunggech ] Terus terang saya begitu mencintai lampung, bahkan hingga saat ini ketika  saya jauh di Sukabumi. Lampung bagi saya seperti kawah candra dimuka perkembangan pola pikir saya hingga seperti ini. mungkin  Bang Firman sebagai penguasa Buaya Kompasiana di Lampung bisa menjelaskan fenomena saya ini.

kota bandarlampung sebagai kota keragaman budayaBuat yang tak tahu Lampung, mungkin membayangkannya sebagai suatu daerah yang masih belantara, dimana gajah berkeliaran dan  harimau sumatera siap mengancam. Bayangan itu tidak  sepenuhnya benar ataupun salah karena  ada juga daerah yang masih mesti berjuang melawan amuk gajah liar seperti di daerah kawasan bukit barisan, namun di wilayah yang sudah tersentuh wangi modernisasi, kini hirukpikuk kemajuan jaman sangat kental  terasa. kemajuan ini menjadikan wajar bila Artis pun kini bisa datang dari Lampung seperti Hijau Daun dan Kangen Band yang menggebrak Dunia Musik Nasional.

Lampung kini tidak se seram jaman tahun 90-an sampe  awal tahun 2000-an yang bila disebutkan terminal Rajabasa maka terbayang preman  preman seram tak bersahabat yang menyambut terminal terbesar di Lampung itu, atau kerumunan calo yang sangat tak ramah ketika kita menginjak tanah lada di pintu gerbang dermaga Bakauheni. Suasana kota Bandarlampung seperti kota mati padahal ke Jakarta hanya perlu waktu 1 jam dengan Pesawat terbang dari Raden Intan  ke Soekarno Hata.

Kini citra itu perlahan hilang dengan suasana kota Bandarlampung yang menggeliat bahkan menuju aktivitas  kota 24 jam. Terminal Rajabasa mulai ramah dengan minim preman dan suasana yang nyaman. Kegiatan Dermaga yang menuju layanan  terpadu walaupun masih ada beberapa kekurangan disana sini, minimal ada sedikit perkembangan dibanding tahun 2000-an. Bermunculan  Hotel di setiap sudut Kota juga sedikitnya menambah referensi tempat menginap sehingga tidak terkesan itu lagi itu lagi.

Lampung yang begitu luas dari ujung Ranau, Liwa, Kasui, mesuji, Blambangan umpu, unit II yang berbatasan dengan Sumatera Selatan, pesisir timur dan pesisir barat yang exotis namun begitu terbelakang, dan gerbang kota di Lampung Selatan menuju Kota Bandarlampungyang melewati Pesawaran yang masih “bayi” terasa kaya akan potensi dan sangat diharapkan menjadi daya tarik kunjungan wisata ke wilayah yang dikenal bumi lada dengan moto sang bumi ruwa jurai.

Apa yang menjadi masa depan Lampung?
Seperti pernah di ungkapkan paus sastra Lampung Isbedi Setiawan, sangat tak jamannya lagi Lampung menjual icon Gajah ketika Bali saja sekarang bisa mendatangkan Gajah Sumatera, atau menjual Pesta Durian ketika hasil Durian masih didatangkan dari Sumatera Selatan, atau exotisnya wisata pantai yang begitu banyak di jumpai di pulau jawa dengan perawatan dan pelayanan jauh di banding di Lampung. Wisata Belanja yang masih jauh tertinggal oleh Bandung, Jogja dan berbagai kota di Jawa.

Lampung masih punya kebudayaan, seni dan budaya yang relatif terjaga di daerah daerah adat, adanya usaha usaha mempertahankan nilainilai budaya asli di lampung, ditambah kekayaan budaya nasional yang dipertahankan oleh para pendatang dengan budaya budaya masing sebagai pewarna yang bisa menjadikan indahnya keragaman di Lampung. Lampung juga bisa menjadi daya tarik dalam pencerminan rasa damai diantara keragaman budaya, adat, suku, ras dan agama.

Keragaman  di lampung sebagai modal (ide di ambil dr tulisan sendiri dari seruit.com)
Mengutip dari sebuah iklan yang di populerkan oleh salah satu kandidat gubernur lampung saat kampanye PilGub Lampung 2008 silam, bahwa keragaman di lampung merupakan sebuah kekuatan terbesar bagi kemajuan provinsi lampung. lampung maju atas keragaman itu, sebut saja misalkan bila kita dengerin siaran radio RRI, maka tiap hari akan ada acara budaya yang menyajikan berbagai budaya daerah di indonesia. ada acara budaya batak, sunda, jawa, bali, palembang dan tentu saja lampung.

Keragaman budaya di  Lampung bisa dilihat dengan adanya perkampungan BALI di berbagai sudut kampung di Lampung Timur, komunitas warga Jawa barat yang begitu mewarnai Sumber Jaya di Liwa Lampung Barat, Suasana Jogja Di Kota Metro, dan logat Betawi yang menjadi suasana Khas Di Kota BandarLampung. mungin banyak lagih yang luput dari pandangan mata saya tentang keragaman lampung.

Persepsi dan kesadaran
secara persepsi, diakui bahwa lampung belum memiliki persepsi yang baik akan daerah tujuan wisata, imej terminal rajabasa yang sangar, imej daerah yang masih terbelakang, warganya yang tidak ramah, dan kualitas pelayanan masyarakat yang tidak maksimal misalnya. persepsi daerah tujuan wisatawan lokal pun sepertinya masih belum diharapkan, masih banyak warga lampung yang memilih weekend ke luar lampung seperti Jakarta, Palembang, Bandung dan lokasi wisata lainnya di Pulau Jawa.

membangun persepsi
“persepsi baik tentang lampung perlu dibangun dengan kualitas layanan di tempat-tempat publik seperti pintu gerbang Dermaga Kapal Bakauheni, persepsi baik tentang lampung bukan hanya sekedar adanya tugu siger yang mentereng di puncak bukit walaupun secara pandangan mata emang itu bagus, namun bila tidak disertai dengan sambutan pelaku ekonomi dan petugas di lapangan tidak sinkron, seperti contoh ketika turun dari kapal, kadang orang bete menikmati sambutan calo yang kasar dan sepertinya dibiarkan liar oleh para petugas. maka hal itu akan sia-sia, kalo dianalogikan seperti memandang gadis cantik, pas gadis itu ngomong bahasanya kasar dan cempreng he he he …

persepsi baik juga bisa dengan pemeliharaan dan pengadaan sarana pendukung wisata seperti alat transportasi dan fasilititas umum. setelah pengunjung turun dari kapal sudah bete dengan perilaku calo, kini mereka di suguhi bus-bus “AC” yang jauh dari kategori nyaman selayaknya menggunakan bus AC yang normal, mulai dari AC-nya yang kadang idup kadang nggak, berangkat telat karena nunggu penumpang terlalu lama, adanya jok tambahan yang bikin tidak nyaman dan sebagainya. yang dilihat justru pungutan kontribusi dari pemda yang begitu gencar baik di tiket maupun di peron tambahan.

Kesadaran entitas masayarakat
dari segi bisnis wisata lampung,bisnis yang disandarkan pada aspek wisata adalah bisnis pelayanan dan bisnis kenyamanan, dia tidak sekedar bagaimana mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, melainkan bagaimana konsumen puas sepuas-puasnya, sebetah-betahnya sehingga si konsumen tidak lagi melihat nilai ekonomis dari suatu barang melainkan nilai kepuasan yang tiada hingganya.”

Kesadaran masyarakat sangat penting bagaimana ketika dia bisa membuat pengunjung (baca konsumen) puas dan nyaman dalam menikmati jasa dan pelayanannya. (dikutip dari tulisan sendiri di seruit.com) Masa depan wisata lampung sepertinya menunggu persepsi dan kesadaran masyarakat terbangun dan bersinergi, sehingga bisa menjadikan daya tarik bagi perkembangan wisata di Lampung.

note : tulisan ini dipublish juga di kompasian

Comments

arienta said…
lampung skrg maju lho apalagi akan ada lampung fair ya ...seru dan rame pastinya
lita said…
lampung lagi in nih kayanya ya.. he2
sampe ada lampung fair segala.. :)
lebih maju drpd tempat lain.. :D
belinda said…
hidup lampungggg...
kampung halamanku itu..
*turutbangga
moa said…
@arienta Lampung Fair..wah makin jaya aja nih Lampung...keren
howay said…
sebenernya yang paling penting
jangan cuma untuk tahun ini aja ramenya..
setiap tahun kudu diadain nih Lampung Fair nya...
sama ky PRJ ^^
susan said…
iya pasti lah ya lampung fair banyak acara yang menarik kayak miss coffee juga teur karnaval kebudayaan
Dinda said…
jadi semakin pingin ke Lampung d.
karnaval Kebudayaan...
wah asik tuh, kalo ada acara gini, ngingetin budaya jadi lebih gampang dibanding belajar dari buku doank kan...
indah said…
wah hebat..ada Lampung Fair..
gak kalah nih sama jakarta

Popular posts from this blog

Eksotisme Pulau Berlilitkan Adat

Tapis Pulau Pisang salah satu penanda hubungan marga pulau ini dengan marga Way Sindi. Adat, alam, dan kehidupan sehari-hari yang khas mengguratkan eksotisme pada Pulau Pisang. Begitu juga tapis. EKSOTISME Pulau Pisang tak juga hilang meski kini cengkih mulai jauh dari pulau ini. Pantai yang jernih, debur ombak, dan pasir putih adalah alam yang menebar keeksotisan pulau. Anak-anak kecil berlarian telanjang di pantai, bercengkerama lalu memecah ombak, adalah kehidupan bocah-bocah pantai yang jauh dari sergapan video game dan PlayStation. Mereka berteriak ketika ada "orang asing" mendekat. Tak jarang mereka juga menutup muka lalu membalikkan badan telanjangnya ketika "orang asing" mengangkat kamera: Jpprreeet! Jpprreeet! Jpprreeet!! Tak jauh dari pantai, ibu-ibu Pulau Pisang mengelilingi tumpukan ikan hasil tangkapan bapak-bapak Pulau Pisang, para suami. Tak jauh dari situ, asap mengepul dari bakaran arang. Gesang ikan-ikan segar menebar bau daging segar yang terba...

Rasakan Keaslian Hidup di Pekon Hujung

PEKON Hujung dipenuhi bangunan berciri khas Lampung Barat. Keaslian arsitektur ini bertambah terasa begitu kita bersentuhan dengan alam yang begitu segar dan kaki Pesagi yang indah. Keaslian alam, suku budaya, dan arsitektur Pekon Hujung menjadi daya tarik tersendiri yang bisa menarik pelaku wisata. Faktanya, Lampung Barat memang kaya, bukan hanya Danau Ranau dengan Kampung Lombok atau Pulau Pisang dengan muli-muli perajut tapis. Karena Hujung dinilai memiliki potensi wisata, mulai 2005, desa ini disosialisasikan sebagai desa tujuan wisata. Guna menjadikan desa ini sebagai desa tujuan wisata, Pemerintah Kabupaten Lampung Barat tahun lalu mengakses jalan agar kendaraan roda empat bisa masuk wilayah ini. Untuk menjadikan desa ini sebagai desa wisata, dalam waktu dekat pemerintah daerah juga akan menjadikan sejumlah bangunan rumah masyarakat sebagai home stay atau tempat tinggal sementara bagi pelancong. Kelak home stay ini akan menjadi penginapan bagi mereka yang membutuhkan waktu ...

Sabtu Lalu di Puncak Pesagi

DINGIN Pesagi menyebar ke seluruh wilayah Pekon Hujung, pagi itu. Kabut juga tebal menyelimuti desa yang berada di Kecamatan Belalau, Lampung Barat. Sesuai dengan namanya, Pekon Hujung terletak paling ujung, berbatasan langsung dengan hutan kawasan. Bagi petualang yang hendak mendaki, desa yang berada di kaki Gunung Pesagi ini menjadi permukiman terakhir sebelum memasuki track ke gunung itu. Hari itu, Sabtu, 9 September lalu, ada yang lain di Pekon Hujung. Pagi itu, Pekon Hujung penuh oleh puluhan pencinta alam yang akan mengikuti Kibar VI Kebut Gunung Pesagi yang diadakan Gumpalan Fakultas Pertanian Unila bekerja sama dengan Dinas Pariwisata, Kebudayaan Promosi, dan Investasi Lampung Barat. Sabtu pagi itu, mereka yang berasal dari puluhan klub pencinta alam ini tengah bersiap-siap mendaki Pesagi. Sejak Jumat sore, anak-anak pecinta alam ini sudah berkumpul di Pekon Hujung. Selain menempati rumah warga, para peserta banyak yang mendirikan tenda sebagai tempat istirahat. Mereka berm...