Menyusuri Kota Bandar Lampung, maka kita akan rasakan berada di lembah perbukitan. Kota lama yang berasal dari dua kota kecil yang terpisah yaitu Tanjung Karang dan Teluk Betung, seiring dengan pertumbuhan penduduk, yang semula adalah kota kecil yang terpisah, kini telah menjadi satu tanpa batas dengan jumlah penduduk lebih dari 800.000 jiwa.
Kota Bandar Lampung yang sekarang adalah ibu kota Propinsi Lampung, keutara berbatas dengan Kecamatan Natar, Lampung Selatan. Namun dalam perkembangannya, wilayah kecamatan Natar yang terdapat Bandara Raden Inten yang pada kenyataannya telah menyatu sebagai wilayah perkotaan.
Dalam kurun waktu kurang dari satu dasawarsa, pertama kali penulis mengusahakan sebuah pemukiman yang kecil, daerah batas kota yang masih sepi itu telah berubah menjadi kawasan pemukiman perkotaan baru. Tugu Raden Inten, yang merupakan titik pertemuan lalulintas dari seluruh Sumatra menuju P Jawa itu telah berubah menjadi sebuah simpul ekonomi sekaligus titik transit pengguna jasa transportasi umum kesegala penjuru wilayah Lampung. Akibatnya, titik pertemuan lalu lintas ini menjadi botlenect bagi kelancaran lalulintas. Kota seperti tumbuh tanpa perencanaan mengikuti dinamikan ekonomi yang berjalan secara alamiah. Ketika daerah berkembang, sesungguhnya merupakan keuntungan bagi pemerintah dengan menaikkan dari Pajak Bumi dan Bangunan. Sayangnya, daerah batas otoritas pemerintahan tersebut justru terabaikan karena masing2 otoritas wilayah pemerintahan tak menyentuh pembangunan agar lebih tertata.
Terminal induk yang berlokasi tak jauh dari Tugu raden Inten itu menjadi kurang berfungsi dan poslantas dua polrespun didirikan hanya berseberangan jalan seolah memang menyetujui perpindahan terminal induk itu. Perniagaan dan jasapun berkembang pesat, pedagang dan restoran, tempat penitipan kendaraan yang merupakan nadi perekonomian tersendiri tanpa sentuhan pemerintah. Botleneckpun itu mempunyai arti lain, tempat itu sering dijadikan tempat pemeriksaan surat kendaraan bermotor.
Terminal induk yang berlokasi tak jauh dari Tugu raden Inten itu menjadi kurang berfungsi dan poslantas dua polrespun didirikan hanya berseberangan jalan seolah memang menyetujui perpindahan terminal induk itu. Perniagaan dan jasapun berkembang pesat, pedagang dan restoran, tempat penitipan kendaraan yang merupakan nadi perekonomian tersendiri tanpa sentuhan pemerintah. Botleneckpun itu mempunyai arti lain, tempat itu sering dijadikan tempat pemeriksaan surat kendaraan bermotor.
Rencana jalan lingkar telah dibuat, telah dibebaskan tetapi mandeg ditengah jalan. Jalan arteri yang menhubungkan antar kabupaten adalah porsi pemerintah propinsi, agaknya pembangunan jalan itu ditinggalkan kanrena tidak terkait dengan rencana pemindahan pusat pemerintahan. Sesungguhnya, jika pusat pemerintahan itu dibangun di jalan ringroad yang sudah setengah jalan tersebut, manfaat pemindahan pusat perkantoran pemerintah lebih mempunyai arti bagi perkembangan perekonomian masyarakat Kota Bandar Lampung.
Seperti kita tahu, bahwa propinsi lampung walaupun merupakan wilayah terdekat dengan pulau jawa yang relatif lebih maju, tetapi perkembangannya jauh tertinggal dari tetangganya itu. Sebagai produsen hasil pertanian, tidak dijumpai pusat perdagangan komoditasnya. Terminal induk rajabasa yang semakin sepi oleh karena banyaknya kendaraan umum yang pindah kesekitar Tugu Raden Inten, lebih cocok dijadikan pusat perdagagangan komoditas pertanian dan perkebunan. Demikian pula ringroad yang setengah jadi itu, jika diselesaikan akan menjadi pusat perdagangan jalur barat yang artinya akan menahan aliran lalu lintas mengarah pada titik pertemuan lalu lintas regional di Tugu Raden Inten.
Kearah Bandara, jika kita lihat adalah daerah persawahan, pembangunan pusat pemerintahan di Kota kecamatan Natar, lambat laun akan mengalihkan fungsi persawahan menjadi pemukiman dan lebih jauh lagi akan mendesak Bandara Raden Inten. Banyak kerugiannya dibanding manfaatnya bagi perekonomian masyarakat. Barangkali perlu dipikirkan lagi, perencanaan tata kota tidak perlu mengorbankan yang sudah terbangun sebab biaya yang diperlukan untuk pengorbanan tersebut lebih efektif digunakan untuk membangun wilayah lain yang belum terbangun.
Agaknya Pemprov menjadikan wilayah itu sebagai daerah idaman juga, setelah dibangunnya flyover di Natar untuk mengatasi kemacetan, kemacetan yang saat ini sering terjadi di Tugu Raden Inten, bukan menjadi masalah buat Pemprov yang ingin memindahkan pusat pemerintahan di jalur itu, mengorbankan tanaman sawit yang berfungsi sebagai paru2 kota atau menggeser bandara bukanlah menjadi persoalan.
Dengan melihat wilayah perkotaan termasuk kecamatan Natar, jika disatukan maka penduduk wilayah perkotaan akan mencapai 1 juta jiwa. Peran Pemprov yang diharapkan dapat mengkoordinator para otoritas wilayah, dengan melihat lokasi pemindahan ibukota propinsi tersebut, pada dasarnya arah pembangunan perkotaan yang ada masih bersifat proyek tanpa kajian daya dukung yang memadai.
Sebuah perkotaan yang sehat adalah kota yang memperhatikan polusi baik polusi tanah, air dan udara. Kemacetan lalu lintas adalah sumber polusi udara, rencana pemindahan pusat pemerintahan pada jalur padat tersebut jelas tanpa pertimbangan kepadatan lalu lintas. Mestinya Pemprov lampung melakukan kajian ulang, pusat pemerintahan dapat digunakan sebagai pemecah mobilisasi masyarakat agar tidak bermuara pada satu titik.
Seperti halnya juga pemkot, daerah yang diperlukan sebagai konservasi air telah berubah menjadi daerah pemukiman. Kota Bandar lampung jika dilihat dari topografinya merupakan daerah tangkapan air, tak heran pada akhirnya akan sama problemnya dengan kota2 lain yaitu banjir. Jalan yang rusak dalam musim penghujan adalah pemandangan yang umum. Namun bisa terjadi ketimpangan pembangunan apabila masing2 pemegang otoritas wilayah hanya memikirkan menaikkan PBB tanpa diimbangi koordinasi dan pihak terkait.
Perkembangan kota tidak terlepas perkembangan ekonomi, majunya sebuah kota tidak terlepas dari geliat ekonominya. Bandar Lampung sebagai pusat pemerintahan, juga sebagai pusat perekonomian wilayah lampung. Jika melihat dari potensi ekonominya, sesungguhnya kota ini dapat menjadi pusat perdagangan wilayah sumbagsel. Namun, sarana dan prasarana penjunjang sebagai pusat komoditas wilayah, perdagangan masih dikuasai oleh panjang mata rantai perdagangan yang panjang yang pada akhirnya menuju pedagang besar. Mungkin perlu dibuat sentra perdagangan komoditas untuk memperpendek mata rantai melalui penyediaan sarana dan sarananya untuk meningkatkan penghasilan para petani produsen. Penyediaan sarana dan sarana tersebut tentunya akan meningkatkan juga penghasilan pemerintah dari sektor retribusinya.
Hampir diseluruh kota di Indonesia, penghasilan utama pemerintah daerah masih pada pendapatan dari pajak bumi dan bangunan yang merupakan sektor pasif. Penentuan dilakukan dengan tarif, makin tinggi nilai pasar makin tinggi pajak ditentukan. Sedangkan pendapatan dari sektor produktif seperti hasil perkebunan dan pertanian, secara tehnis hanya mengarah pada pedagang besar dan pemungutan pada kendaraan niaga pengangkut barang, tidak melihat apakah membawa muatan atau tidak.
Comments
jadi pengen kelampung deh...
itu sampe kapan ya? ada yg tau?
kalo gak salah sih mulainya tanggal 25 mei kemaren.. harusnya masih ada koq sampe pertengahan bulan juni....
coba cek info lengkapnya deh di www.lampungfair.com
rame tuh.. sampe ada lampung got talent sgala..ada kontes miss coffee jg...
semoga terus maju...
semoga sukses kk